Selasa, 16 Agustus 2011


PRINSIP-PRINSIP IDENTIFIKASI MORFEM

            Morfologi dapat dikatakan sebagai salah satu cabang ilmu bahasa yang menyelidiki seluk-beluk struktur kata yang berbeda-beda, di samping juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata akibat perubahan struktur kata (Ramlan, 1980: 2).
            Dapat kita mengerti bahwa objek kajian morfologi itu adalah kata karena morfologi merupakan ilmu yang menyelidiki seluk-beluk struktur kata dan menyelidiki perubahan golongan dan arti kata akibat adanya perubahan struktur kata. Karena kata-kata di dalam suatu bahasa menampakkan ciri bentuk atau struktur yang berbeda-beda, dimungkinkan kata-kata itu memiliki unsur atau bagian yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, di samping kata, unsur atau bagian kata yang sering disebut morfem, juga disebut termasuk sebagian objek kajian morfologi. Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa objek terkecil morfologi ialah morf atau morfem dan objek terbesarnya ialah kata. 
Ada beberapa prinsip yang dapat memudahkan kita untuk mengidentifikasi morfem-morfem. Terdapat enam prinsip identifikasi morfem, yakni:
Prinsip 1
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti atau makna yang sama merupakan satu morfem (Ramlan, 2009: 37).
Prinsip di atas dapat diperjelas bahwa bentuk-bentuk yang berulang atau sama yang mempunyai pengertian yang sama, termasuk morfem yang sama.
            Sesuai dengan prinsip ini, jelaslah bahwa satuan-satuan merupakan satu morfem apabila mempunyai struktur fonologik dan arti atau makna yang sama. Yang dimaksud dengan struktur fonologik di sini ialah urutan fonem. Satuan-satuan dikatakan mempunyai struktur fonologik yang sama apabila fonem-fonem dan urutan fonemnya sama. Dalam hal ini istilah arti dimaksudkan arti leksikal, sedangkan istilah makna dimaksudkan arti gramatik.
Contoh:
Ø  mencabik                     me- + cabik                 = melakukan perbuatan cabik
Ø  mencabikkan               me- + cabik + -kan      = makna benefaktif
Ø  pencabik                   pe- + cabik                     = alat untuk mencabik
Ø  pencabikan                  pe- + cabik + -an         = proses mencabik
Ø  cabikan                    cabik + -an                      = hasil dari mencabik
Ø  tercabik                       ter- + cabik                  = terdapat unsur  ketidaksengajaan
Ø  dicabik                     di- + cabik                      = yang dikenai dari proses cabik
Dalam sederet struktur di atas terdapat bentuk yang sama yang berulang yang memiliki arti yang sama, yaitu ‘cabik’. Dengan demikian sederet kata-kata di atas dapat digolongkan ke dalam satu morfem.

Prinsip 2
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem apabila satuan-satuan itu mempunyai arti atau makna yang sama, dan perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan secara fonologik (Ramlan, 2009: 38).
            Jika perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik, maka satuan-satuan itu merupakan satu morfem, atau dengan kata lain merupakan alomorf dari morfem yang sama tetapi sebaliknya jika perbedaan itu tidak dapat dijelaskan secara fonologik, maka satuan-satuan tersebut merupakan morfem sendiri-sendiri.
Contoh:
v  menjual            = men / m e n / jual
v  membuat         = mem / m e m / buat
v  menyimak        = meny / m e ny / simak
v  mengguyur      = meng / m e ng / guyur
v  mengebom       = menge / m e nge / bom
v  merusak           = me / m e / rusak
Dari contoh-contoh di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa satuan-satuan men-, mem-, meny-, meng-, menge-, dan me- mempunyai arti gramatik yang sama, yaitu menyatakan tindakan aktif, tetapi struktur fonologiknya jelas berbeda. Perbedaan struktur fonologik tersebut masih dapat dijelaskan secara fonologik sehingga dapat dimasukkan dalam satu morfem, yaitu meN-.

Prinsip 3
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaksan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti atau makna yang sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer (Ramlan, 2009: 39).
Komplementer artinya masih dapat dijelaskan secara morfologis. Untuk menjelaskan istilah distribusi komplementer, diambil contoh tiga satuan, yang masing-masing ditandai dengan A, B, dan C. Ketiga satuan itu berdistribusi dengan tiga satuan lainnya yang di sini ditandai dengan 1, 2, dan 3. Satuan A hanya dapat berdistribusi dengan 1, B hanya dapat berdistribusi dengan 2, dan C hanya dapat berdistribusi dengan 3. Jadi, diperoleh satuan-satuan A1, B2, dan C3. A2 dan A3 tidak ada; demikian pula B1, B3, C1 dan C2. Distribusi yang semacam itulah yang disebut distribusi komplementer.
A             1
B             2
C             3
Contoh:
ü  berpindah              ber- + pindah
ü  berbaring               ber- + baring
ü  bersua                    ber- + sua
ü  belajar                    ber- + ajar
ü  bekerja                   ber- + kerja
ü  berambut               ber- + rambut

Ber- dan be- jelas merupakan satu morfem karena perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan secara fonologik.
Bagaimana dengan bel-?
Perbedaan struktur fonologik bel- tidak dapat dijelaskan secara fonologik, namun mempunyai arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer dengan morfem ber-. Jadi, satuan bel- dapat dianggap sebagai satu morfem dengan ber- karena bel- merupakan alomorf morfem ber-.

Prinsip 4
Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang disebut morfem zero (Ramlan, 2009: 40).
Contoh:
  1. Ibu menggoreng ikan
  2. Ibu menyapu halaman
  3. Ibu menjahit baju
  4. Ibu membeli telur
  5. Ibu minum kopi
  6. Ibu makan rendang
Keenam kalimat di atas berstruktur SPO. P berupa kata verbal transitif yang pada kalimat 1-4 ditandai oleh adanya meN-. Sedangkan pada kalimat 5-6 ditandai dengan kekosongan sehingga disebut morfem zero. Kekosongan yang dimaksud disini adalah ketika seharusnya pada kata minum dan makan mendapat prefiks me- sesuai dengan satuan-satuan paralel yang ada di atasnya, tetapi pada kata minum dan makan di atas prefiks me- dihilangkan agar berterima dalam kaidah bahasa Indonesia.

Prinsip 5
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda (Ramlan, 2009: 41).
ž  Apabila satuan yang mempunyai struktur struktur fonologik itu mempunyai arti yang berhubungan, satuan itu merupakan satu morfem apabila distribusinya tidak sama, dan merupakanorfem yang berbeda apabila distribusinya sama.
Contoh poin 1:
  1. Ia menanam kembang.
  2. Bunga itu telah kembang.
Keterangan:
Pada kalimat 1 kembang berarti bunga,
pada kalimat 2 kembang berarti mekar. Oleh sebab itu keduanya merupakan morfem yang berbeda.

Contoh poin 2:
  1. Ia sedang sakit.
  2. Sakit kakek sudah parah.
Kata sakit pada kalimat 1 dan 2 mempunyai arti leksikal yang berhubungan, dan mempunyai distribusi yang berbeda. Kedua kata sakit itu merupakan satu morfem.

  1. Daun itu sangat subur.
  2. Daun telinganya besar.
Kata daun pada kalimat 1 dan 2 mempunyai distribusi yang sama, tetapi merupakan morfem yang berbeda.

Prinsip 6
Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem (Ramlan, 2009: 43).
Contoh 1
  1. berbuat             ber-
  2. buatan              -an
Kedua kata di atas merupakan morfem  sendiri-sendiri.
Contoh 2
  1.   mendatangkan           men-, datang, -kan
  2.   didatangkan               di-, datang, -kan
  3.   mendatangi                men-, datang, -i
  4.   pendatang                  pen-, datang
  5.   kedatangan                ke-an, datang
Dari contoh-contoh di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa meN-, di-, penN-, datang, -kan, -I, dan ke-an merupakan morfem sendiri-sendiri.

Contoh 3
terang benderang, cantik jelita

Keterangan:
            Satuan benderang hanya terdapat pada terang benderang; dan satuan jelita hanya terdapat pada cantik jelita.
            Satuan terang dan satuan cantik masing-masing merupakan morfem tersendiri.
·         Benderang dan jelita adalah morfem unik. Morfem unik  adalah morfem yang hanya dapat berpasangan dengan kata tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Ramlan. 2009. Morfologi Suatu Tinjauan  Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Morfologi. Bandung: Angkasa.
Santoso, Joko. 2000. Morfologi Bahasa Indonesia. Yogyakarta.
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
 

Disusun Oleh :
   Harda Yunisdasari        Siti Latifah Mubasiroh
Nurul Istiqomah            Anang C. Purwanto

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 
2011




MORFEM

MORFEM

Morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa atau lingustik. Ilmu bahasa secara singkat dapat dijelaskan sebagai ilmu yang mempelajari seluk beluk bahasa secara ilmiah atau secara scientifik, morfologi mempelajari seluk beluk struktur kata. Bagian terkecil dari morfologi adalah morfem. Morfem mempelajari tentang satuan bahasa terkecil yang maknanya relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil.
Pembahasan kali ini akan difokuskan pada bagian dari bidang ilmu morfologi yang   membahas konsep-konsep morfem, jenis morfem, dan alomorf.

A.    Konsep Morfem

a.      Morfem, Morf, Alomorf, dan Kata
Morfem dari kata “morphe” dan “ema” (sebagai akhiran). Morphe berarti bentuk, sedangkan ema berarti yang mengandung arti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa morfem ialah kesatuan bunyi terkecil yang mengandung arti serta tidak mempunyai bentuk lain sebagai unsurnya (Yasin, 1988: 21). Sejalan dengan hal itu, Ramlan (1987: 32) mengungkapkan bahwa morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil: satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya. Selanjutnya, Hockett (1985: 123) via Tarigan mendefinisikan bahwa morfem adalah unsur yang terkecil yang secara individual mengandung pengertian dalam ujaran suatu bahasa.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan morfem ialah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai arti.
Banyak morfem yang hanya mempunyai satu struktur fonologik, misalnya morfem baca, yang fonem-fonemnya, banyaknya fonem serta urutan fonemnya selalu demikian, ialah terdiri dari empat fonem, ialah /b, a, c, dan a/. Tetapi di samping itu, ada pula morfem yang mempunyai beberapa struktur fonologik. Misalnya morfem meN- yang mempunyai struktur fonologik mem-, men-, meny-, meng-, menge-, dan me-, misalnya pada membangun, menjemur, menyapu, menggosok, mengepel, dan merasa. Bentuk-bentuk mem-, men-, meny-, meng-, menge-, dan me-, masing-masing disebut morf, yang semuanya merupakan alomorf dari morfem meN-. Demikianlah morfem  meN- mempunyai morf-morf mem-, men-, meny-, meng-, menge-, dan me- sebagai alomorfnya. Contoh lain, misalnya morfem ber-. Morfem ini terdiri dari morf ber-, misalnya pada berdiri, morf be- misalnya pada beternak, dan morf bel- pada belajar. Morf ber-, be-, dan bel-, ketiganya merupakan alomorf ber-.
Di samping istilah morfem, morf, dan alomorf, terdapat istilah kata. Kata merupakan dua macam satuan, ialah satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be, la, dan jar.  Suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri dari dua fonem, dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem. Sebagai satuan gramatik, kata terdiri dari satu atau beberapa morfem. Kata belajar terdiri dari dua morfem, ialah morfem ber- dan morfem ajar. Menurut Ramlan (1987: 33) kata ialah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata. Jadi satuan-satuan rumah, duduk, penduduk, ruang, buku, dan sebagainya, masing-masing merupakan kata karena masing-masing merupakan satu satuan bebas.
Satuan-satuan dari, kepada, sebagai, tentang, karena, meskipun, lah, dan sebagainya, juga termasuk golongan kata. Satuan-satuan tersebut, meskipun tidak merupakan satuan bebas, tetapi secara gramatik mempunyai sifat bebas.
Satuan-satuan rumah makan, kamar mandi, kamar tidur, panjang tangan, keras kepala, sakit hati, dan sebagainya. Sekalipun terdiri dari dua satuan bebas juga termasuk golongan kata, karena satuan-satuan tersebut memiliki sifat sebagai kata, yang membedakan dirinya dari frase yaitu kata-kata tersebut terjadi karena gabungan dua kata yang menimbulkan suatu kata baru yang lazim disebut kata majemuk.

b.      Deretan Morfologik

Deretan morfologik sangat bermanfaat bagi penetuan morfem-morfem. Yang dimaksud dengan deretan morfologik ialah suatu deretan atau suatu daftar yang memuat kata-kata yang berhubungan dalam bentuk dan arti. Miasalnya kata berdatangan. Untuk mengetahui apakah kata itu terdiri dari satu morfem atau beberapa morfem, dapat kita bandingkan dengan kata-kata lain dalam deretan morfologik.

berdatangan
kedatangan
pendatang
mendatangkan
didatangkan
mendatangi
didatangi
datangkan
      datang

Berdasarkan perbandingan kata-kata yang tertera dalam deretan morfologik, dapat disimpulkan bahwa morfem datang  merupakan unsur yang terdapat pada setiap anggota deretan morfologik itu, sehingga dapat kita pastikan bahwa :
berdatangan          : terdiri dari morfem datang dan morfem ber- an
kedatangan            : terdiri dari morfem datang dan morfem ke-an
pendatang             : terdiri dari morfem datang dan morfem peN-
mendatangkan       : terdiri dari morfem-morfem meN-, datang, dan –kan
didatangkan          : terdiri dari morfem-morfem di-, datang, dan –kan
mendatangi           : terdiri dari morfem-morfem meN-, datang, dan –i
didatangi               : terdiri dari morfem-morfem di-, datang, dan –i
datangkan             : terdiri dari morfem datang dan –kan

Banyak  kata yang kelihatannya terdiri dari dua morfem atau lebih, tetapi setelah diteliti benar-benar, pada hakikatnya secara deskriptif hanya terdiri dari satu morfem saja. Misalnya, segala, terlentang, perangai, pengaruh, jawatan, perempuan, pura-pura, jembatan, dan sebagainya.

B.     Jenis- Jenis Morfem
Di dalam kata ada 2 jenis morfem, yaitu morfem leksikal yang makna dan bentuknya sedikit  banyak sama dengan leksem; dan morfem gramatikal, yaitu satuan pembentuk kata yang sedikit benyak menyebabkan leksem itu mempunyai makna gramatikal (Kridalaksana, 2007:10).
Sebagai bentuk bahasa terkecil yang mempunyai arti, morfem dibedakan atas tiga bagian, yaitu :


MORFEM BEBAS
Morfem bebas ialah morfem yang dapat berdiri sendiri.
Contoh      : rumah, pulang, jatuh, pergi, kota, senang, takut, gerak, ibu, ilmu, aku, kita,    dan sebagainya.
Sebagai morfem bebas sebuah tuturan atau ucapan mengandung makna leksikal. Morfem bebas tersebut dapat berupa kata dasar, dapat juga berupa pokok kata.
 Contoh :
a.       Berupa kata dasar:
Kata-kata pulang, makan, ibu, saya, pergi, minum, tidur, dan sebagainya, merupakan kata dasar yang telah mengandung makna leksikal walaupun tidak dibentuk oleh unsur atau morfem lain. Dengan demikian sebuah morfem bebas dapat juga berupa morfem dasar atau kata dasar.
b.      Berupa pokok kata:
Beberapa morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan/ucapan namun secara gramatik memiliki sifat kebebasan, disebut sebagai “pokok kata”.
Contoh: kata “berhenti” : terdiri atas dua morfem, yakni ber dan henti. Dalam ujaran/ tuturan biasa bentuk “henti” tidak pernah dipakai. Bentuk itu dinamakan pokok kata.
Contoh lain : temu, jabat, main, rangkak, juang, dan sebagainya.

2.      MORFEM TERIKAT
Morfem terikat ialah morfem yang selalu melekat pada morfem lain.
Contoh : ber, ter, me, di, se, kan, per, an, kan, i, wan, man, wati, ke-an, pe-an, se-nya, dan sebagainya.
Morfem terikat baru mempunyai arti setelah mengikatkan diri pada morfem lain.
Contoh :
Morfem “ter” tidak mempunyai makna. Dalam kata “terjatuh” morfem “ter” baru mempunyai makna, terjatuh: morfem “ter” berarti tidak sengaja.
Morfem “ter” tidak mempunyai makna apa-apa sebelum mengikatkan diri pada morfem lain. Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.
 
1.      Sani terjatuh saat ke rumah Sinta.
2.      Ali bersepeda ke sekolah.
3.      Usahanya mengalami kemunduran.

Selanjutnya morfem ter, ber, dan ke-an diebut morfem terikat. Dalam tata bahasa Indonesia selanjutnya morfem terikat disebut juga sebagai afiks. Dengan kata lain bahwa semua afiks merupakan morfem terikat.

Morfem terikat terdiri atas afiks, yang meliputi:
a.       Prefiks atau Awalan         
Awalan (prefiks) adalah imbuhan yang dilekatkan di depan dasar (mungkin kata dasar, mungkin pula kata jadian) (Arifin dan Junaiyah, 2008: 6). Di dalam bahasa Indonesia terdapat awalan, yaitu ber, me, ter, se, di, per, pe, ke, dan lain-lain.
Contoh            :
bersegi, persegi, bertinj, petinju
menggali, penggali, meninju, petinju
dilipat, ditiru, dilihat, tertawa
sedesa, setempat
b.      Infiks atau Sisipan           
Sisipan adalah imbuhan yang dilekatkan di tengah dasar (Arifin dan Junaiyah, 2008:6). Bahasa Indonesia memiliki empat buah sisipan, yaitu -el, -em, -er, dan –in seperti
getar          geletar                   kelut          kemelut
getar          gemetar                 kerja          kinerja
gigi            gerigi

c.       Sufiks atau Akhiran
Akhiran adalah imbuhan yang dilekatkan pada akhir dasar (Arifin dan Junaiyah, 2008:6). Bahasa Indonesia memiliki akhiran - i, -an, -kan, -nya. Karena adanya kontak dengan bahasa-bahasa lain, kini bahasa Indonesia juga memiliki afiks-afiks yang berasal dari bahasa asing: -wan, -wati, -at, -isme, -(is)asi, -logi, dan –tas.
Contoh :
ambil        ambili, ambilkan, ambilan               dunia          duniawi
seni           seniman                                          naik            naiknya
warta         wartawan
d.      Konfiks
Konfiks, lazim juga disebut imbuhan terbelah, adalah imbuhan yang dilekatkan sekaligus pada awal dan akhir dasar (Arifin dan Junaiyah, 2008:7). Konfiks harus diletakkan sekaligus pada dasar (harus mengapit dasar) karena konfiks merupakan imbuhan tunggal, yang tentu saja memiliki satu kesatuan bentuk dan satu kesatuan makna, seperti
v  Konfiks ke-....-an pada keahlian, keutamaan, kegelisahan
v  Konfiks pe-....-an, pada pengalaman, penataran penemuan
v  Konfiks se-.....-nya pada seadanya, sebaiknya, sewajarnya
v  Konfiks per-....-an pada perjuangan, pergaulan, pertemuan
v  Konfiks per-....-kan pada pergolakkan, permalukan, permudahkan
v  Konfiks diper-....-i pada diperbarui, diawali, dinaiki
v  Konfiks ber-....-an pada berhamburan, berciuman, berpelukan.

Catatan (Kridalaksana: 2007)
v  Perlu dibedakan di sini antara apa yang disebut morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas yang mempunyai potensi untuk berdiri sendiri (jadi, secara sintaksis bisa langsung menjadi kata), sedangkan morfem terikat tidak dapat. Dalam kata terangkat misalnya, terdapat morfem bebas angkat dan morfem terikat ter. Batas diantara morfem bebas dan morfem terikat tidak selamanya tegas, sehingga terdapat satuan yang merupakan peralihan diantara keduanya.
v  Kecuali itu, lazim pula dibedakan antara morfem dasar dan afiks. Morfem dasar, yang ujudnya sama dengan leksem, merupakan morfem yang mengalami proses morfologis, sedangkan afiks adalah morfem yang membentuk kata. Afiks selalu merupakan morfem terikat, sedangkan tidak semua morfem dasar merupakan morfem bebas. Dalam bahasa Indonesia terdapat lebih dari 1.000 morfem dasar terikat.

3.      MORFEM SETENGAH BEBAS
Secara gramatik ada beberapa morfem yang tidak dapat berdiri sendiri tetapi mempunyai sifat bebas seperti halnya morfem yang dapat berdiri sendiri/ morfem bebas.
Morfem-morfem tersebut antara lain :
            Pada, kepada, dari, daripada, tentang, sebab, karena, walaupun, meskipun, dan sebagainya.
 Dapat pula dibedakan dibedakan atas dua bagian, yaitu:
a.       Proklitik         : ku dan kau
b.      Inklitik           : ku, mu, dan nya
c.       Partikel            : lah, kah, tah, dan pun
d.      Kata depan      : pada, kepada, dari, daripada, dan sebagainya
e.       Kata sambung : walaupun, meskipun, karena, sehingga, dan sebagainya

C.    ALOMORF
Alomorf ialah varian morfem atau variasi bentuk. Variasi bentuk itu terjadi karena terjadinya proses fonologis (perubahan bunyi) (Yasin, 1988: 30).
            Alomorf muncul ketika terjadi tautan antara afiks dengan morfem bebas atau morfem setengah bebas.
Alomorf ber adalah     : be, dan bel.
Alomorf meN adalah : mem, meng, meny, men dan me.
Alomorf ter     adalah  : te, dan tel
Alomorf per    adalah  : per, pe, dan pel
 Contoh:
ber       +  ajar              = belajar          - (bel)
ber       +  kerja            = bekerja         - (be)
me       +  bawa           = membawa     - (mem)
me       +  dapat           = mendapat     - (men)
me       +  ambil           = mengambil   - (meng)
me       +  sapu             = menyapu      - (meny)
ter        +  anjur            = terlanjur        - (tel)
ter        +  rekam          = terekam        - (te)
per       +  kerja            = pekerja         - (pe)
per       +  ajar              = pelajar          - (pel)
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan dkk. Edisi Ketiga 2003. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, Zainal dan Junaiyah. Cet. Kedua 2008. Mofologi Bentuk, Makna dan Fungsi.
         Jakarta: PT Gramedia.
Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
         Gramedia Pustaka Utama.

Ramlan, M. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V Karyono.
Santoso, Joko. 2004. Morfologi Bahasa Indonesia. Yogyakarta.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Morfologi. Bandung: Angkasa.
Yasin, Sulchan. 1988. Tinjauan Deskriptif Seputar Morfologi. Surabaya: Usaha Nasional.
 

Disusun Oleh :

Putri Meliasari                     Sunji Yuniarti
                     Anggun Deni Prabowo        Desi Tri Pikasari                 

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta 
2011